Rabu, 03 September 2008

Tentang PILWAKO

Kemarin di kota ku baru selesai pemilihan Walikota perdana.

semua calon sudah melakukan sosialisasi jauh-jauh hari sebelum pertarungan dimulai. ada yang sudah dua tahunan melakukan sosialisasi, ada yang baru setahun, tapi intinya, mereka sudah mengeluarkan cost politic yang cukup signifikan.

pengadaan baliho, atribut, pembentukan Fans Club, acara-acara di kampung-kampung, hadir di setiap pesta dan kedukaan, sungguh bukan biaya yang sedikit yang sudah dikucurkan ke masyarakat, sebagai investasi politik mereka.

setelah masuk masa kampanye, lebih dahsyat lagi dana yang mengalir, keramaian yang sungguh membuat kota ku begitu gegap gempita, begitu bersuka cita.

sampailah pada saat pemilihan, malam sebelum pencoblosan, sesungguhnya disini lah dilihat hasil dari investasi politik itu, tapi, rakyat sudah di didik dengan politik yang mengutamakan uang, yang mengutamakan pemberian, tanpa mempertimbangkan figur, tanpa melihat program, tanpa melihat hubungan kekeluargaan, semua nya luntur, hanya oleh pemberian pada malam sebelum pencoblosan...

permainan elit partai, yang dengan dingin nya "membunuh kader nya sendiri", pada saat injury time, mereka mengarahkan dukungan partai dan mesin politik nya ke kader dari partai lain, bukan ke kader yang diusung oleh partai mereka. karena perbedaan kepentingan, kader yang begitu loyal, yang membesarkan partai, di tenggelamkan oleh partai nya sendiri. Sungguh politik yang busuk, kotor. kita semua tau tentang Politik, tapi apa yang di pertontonkan oleh para pelaku politik disini, sangat busuk!!!

Investasi politik sang calon selama 2 tahunan, hilang tak berbekas, hanya karna tidak melakukan serangan fajar, dan karena dikhianati partai. Sebagai kader yang dikhianati oleh partai, sang kandidat akhirnya memutuskan untuk meninggalkan partai nya, dan memilih untuk melawan dan mengkritisi pemerintahan yang sedang dipimpin oleh orang dari partai yang sudah mengkhianatinya.

akhh...., sungguh memiriskan...

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Pada alenia ke 5 (kalau tidak salah), tertulis :
"...rakyat sudah di didik dengan politik yang mengutamakan uang, yang mengutamakan pemberian..."

Membaca pada bagian tersebut sangat menarik, apalagi dengan kata PEMBERIAN. Kita ketahui bahwa makna dari kata PEMBERIAN dan MEMBERI itu berbeda. Walaupun sama-sama kata dasarnya adalah beri.

Saya jadi teringat kepada Pak Harfan, sang tokoh kepala sekolah SD Muhammadiyah, Belitong, pada film Laskar Pelangi, yang diperankan oleh Om Ikranegara.

Pak Harfan mengajarkan dan memberi wejangan kepada para Laskar Pelangi alias murid-murid SD Muhammadiyah, Belitong, yaitu :

"kita harus MEMBERI sebanyak-banyaknya kepada orang lain, bukan untuk MENERIMA sebanyak-banyaknya"


/nn

chandrakula mengatakan...

Yup...PEMBERIAN....seandainya seluruh rakyat di indonesia ini bisa melaksanakan amanat si Pak Harfan, maka sejahtera lah negari ini...,

tapi sekarang, hampir seluruh PEMBERIAN itu, mengharapkan timbal balik..., tidak ada yang tulus.. meninggalkan Ranjau kemanusiaan menurut gw...

ahhh,... fuckin Politics..

Ika Nuri mengatakan...

Yang penting tetap optimis, karena Bangsa Indonesia tetap memerlukan generasi penerus yang kritis dan maju, seperti kita-kita ini (kita? elo aja kali gue ga! ha ha ha)

Merderka!

chandrakula mengatakan...

ahh,..

kita bareng ajah.. jangan main sendiri-sendiri.. susyahh...,

bersatu kita teguh, bercerai merit lagi,..!!!

Ika Nuri mengatakan...

Yuuuks, mariiii... :)

Merdeka!